Budidaya Kentang


         Lingkungan Tumbuh
Menurut Bambang cahyono, 1996 menyatakan Tanaman kentang akan tumbuh baik dan dapat memberikan hasil yang tinggi (jumlah ton/ha) apabila ditanam di tempat yang keadaan lingkungannya sesuai dengan syarat tumbuhnya. Pembudidayaan yang dilakukan tanpa memperhatikan keadaan ekologi yang sesuai merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kegagalan panen.
Dalam budidaya tanaman kentang, keadaan lingkungan yang berpengaruh terhadap tumbuhnya tanaman adalah keadaan tanah dan keadaan iklim. Keadaan tanah yang perlu mendapat perhatian adalah letak geografis tanah, keadaan topografi tanah, keadaan sifat fisika-kimia tanah dan biologis tanah. Sedangkan keadaan iklimnya adalah meliputi keadaan suhu dan kelembaban udara, keadaan curah hujan, penyinaran cahaya matahari dan angin. Adapun kesesuaian dari masing-masing keadaan lingkungan tersebut dapat diterangkan sebagai berikut dibawah ini:
a.        Letak Geografis Tanah/Ketinggian Tempat
Tanaman kentang umumnya dapat tumbuh baik bila ditanam di dataran tinggi (1.500 – 3.000 m dpl). Namun sebagai pengecualian, tanaman kentang ada yang tumbuh baik pada ketinggian 500 m dpl. seperti di daerah Maja, dan tumbuh pada ketinggian 800 m dpl, seperti di daerah Temanggung, Kedu. Keadaan ketinggian tempat juga berhubungan erat dengan keadaan iklim setempat yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, seperti keadaan suhu udara, keadaan curah hujan, keadaan kelembaban udara, dan keadaan penyinaran cahaya matahari. Semakin tinggi letak geografis tanah, maka keadaan suhu udara akan semakin turun dengan laju penurunan sebesar 0,5˚C setiap kenaikan 100 meter dari permukaan laut. Sedangkan intensitas cahaya matahari dan kelembaban udaranya semakin tinggi. Demikian pula keadaan curah hujan akan semakin tinggi (Bambang cahyono, 1996).
b.        Keadaan Topografi Tanah
Keadaan topografi tanah atau derajat kemiringannya juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap budidaya tanaman kentang, terutama berpengaruh terhadap besarnya biaya eksploitasi atau biaya pembukaan tanahnya. Biaya yang diperlukan untuk pembukaan tanah pada daerah yang topografinya miring akan lebih besar dibanding dengan pembukaan tanah ataupun penanaman yang dilakukan pada daerah yang keadaan topografinya datar. Sebab, pada daerah yang topografinya miring maka untuk pembudidayaannya harus dibuat teras-teras dan tanggul-tanggul agar tidak terjadi erosi yang dapat menghanyutkan unsur-unsur hara dan merusak tanaman akibat longsornya tanah. Maka, pembukaan pada tanah yang miring diperlukan biaya tambahan untuk pembuatan teras-teras dan tanggul-tanggul tersebut.
Untuk menghemat biaya eksploitasi atau pembukaan tanah, maka sebaiknya dipilih lokasi yang keadaan topografi tanahnya datar. Dengan demikian tidak perlu membuat teras-teras ataupun tanggul-tanggul. Akan tetapi apabila keadaannya memaksa harus menggunakan tanah yang miring, hendaknya harus memperhitungkan derajat kemiringan tanahnya. Untuk pembudidayaan tanaman ditanah yang miring, derajat kemiringan tanah harus dibawah 30%. Sebab, derajat kemiringan tanah diatas 30% sudah merupakan faktor penghambat untuk budidaya tanaman sehingga sudah tidak menguntungkan lagi (Bambang cahyono, 1996).
c.         Keadaan Fisika, Kimia, dan Biologis Tanah
Tanaman kentang dapat tumbuh baik pada segala jenis tanah, akan tetapi pertumbuhan yang paling baik dan subur adalah pada tanah vulkanis dengan kandungan pasir sedikit. Pada tanah yang demikian itu tanaman akan menghasilkan kualitas kentang yang baik. Sedangkan struktur tanah yang sesuai adalah yang berstruktur gembur, tanah banyak mengandung bahan organik atau humus, subur, tanah mudah mengikat air (porous), dan memiliki drainase yang baik. Keadaan tanah yang padat dan tidak porous dapat menghambat pertumbuhan umbi, sehingga umbi yang akan dihasilkan kecil-kecil. Disamping itu, juga dapat menghambat pertumbuhan tanaman.
Sifat fisika tanah yang baik akan berpengaruh baik terhadap pertumbuhan tanaman dan hasil panen, karena sifat fisika tanah berpengaruh nyata terhadap peredaran oksigen dan ketersediaan oksigen di dalam tanah yang sangat diperlukan untuk pernafasan akar dan jasad-jasad renik tanah dalam membantu menguraikan bahan-bahan organik menjadi bahan yang tersedia bagi tanaman: sifat fisika tanah yang baik juga dapat meningkatkan pembuangan air (drainase) sehingga dapat mencegah penggenangan air. Pada struktur tanah yang gembur dapat memudahkan akar tanaman menembus tanah sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan perakaran, pertumbuhan tanaman dan pertumbuhan umbi. Dengan sifat fisika tanah yang baik dapat mencegah erosi, yang berarti dapat mencegah pula hilangnya unsur-unsur hara tanah.
Keadaan kimia tanah atau keasaman yang sesuai untuk pertumbuhannya adalah tanah yang memiliki derajat keasaman (pH) sekitar 5 – 6,5. Jika tanah yang akan ditanami keasamannya tinggi, yaitu nilai pHnya rendah maka keasaman tanah perlu diturunkan dengan menaikan nilai pH tanah melalui pengapuran. Sedangkan apabila nilai pHnya tinggi diatas 6,5 maka perlu diturunkan dengan memberikan belerang pada tanah. Derajat keasaman tanah berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, terutama pada tahap awal pertumbuhan dan terhadap perkembangan umbi setelah umbi terbentuk. Keadaan derajat keasaman juga berpengaruh terhadap ketersediaan zat-zat hara, dan aktivitas jasad renik tanah dalam penguraian bahan organik. Pada keadaan tanah yang sangat asam (nilai pH kurang dari 4) atau sangat basa (nilai pH lebih dari 9) sudah merupakan racun bagi tanaman.
Keadaan biologis tanah atau keberadaan organisme tanah berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah karena berfungsi sebagai pengurai bahan-bahan organik tanah menjadi bahan yang tersedia bagi tanaman. Keberadaan organisme tanah sangat dipengaruhi oleh keadaan sifat fisika tanah dan keasaman tanah (Bambang cahyono, 1996).
d.        Keadaan Suhu dan Kelembaban
Keadaan suhu udara yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman adalah berkisar antara 15˚C – 20˚C dengan kelembaban udara antara 80% – 90%. Suhu udara yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menyebabkan pembentukan umbi berkurang sehingga menurunkan produksi, hal ini disebabkan karena aktivitas metabolisme tanaman menurun. Demikian pula kelembaban udara yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan karena penyakit, terutama yang disebabkan oleh cendawan (Bambang cahyono, 1996).
e.         Keadaan Curah Hujan
Daerah dengan curah hujan 1.200 – 1500 mm/tahun merupakan daerah yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman kentang. Curah hujan yang terlalu tinggi (banyak hujan) tanaman menjadi peka terhadap serangan penyakit busuk batang atau akar. Disamping itu, mutu umbi yang dihasilkan jelek, yakni umbinya kecil-kecil, kulit umbi tipis dan mudah mengelupas. Dengan demikian produksinya menjadi rendah (Bambang cahyono, 1996).
f.         Faktor Penyinaran Matahari
Penyinaran cahaya matahari merupakan sumber energi yang diperlukan tanaman untuk proses fotosintesis. Lamanya penyinaran cahaya matahari berpengaruh terhadap waktu (kapan) umbi terbentuk dan lamanya proses perkembangan berlangsung. Kisaran lamanya penyinaran cahaya matahari bervariasi antara 10 – 16 jam per hari, tergantung varietasnya. Namun, faktor cahaya yang penting berpengaruh terhadap pembentukan umbi adalah intensitas cahaya. Tanaman kentang memerlukan intensitas cahaya yang besar. Semakin besar intensitas cahaya yang dapat ditangkap atau diterima akan mempercepat pembentukan umbi dan waktu pembungaan. Intensitas cahaya matahari yang lemah akibat keadaan cuaca yang buruk atau karena tertutup pepohonan disekitar tanaman dapat menyebabkan tanaman tumbuh memanjang, kurus, lemah, dan pucat. Akibatnya proses pembentukan umbi terhambat (Bambang cahyono, 1996).
g.        Keadaan Angin
Angin yang kencang dan berkelanjutan secara langsung dapat merusak tanaman, seperti robohnya tanaman, patahnya ranting-ranting dan lain-lain. Sedangkan pengaruhnya secara tidak langsung terhadap pertumbuhan tanaman adalah angin berpengaruh terhadpa kondisi tanah, yakni angin yang kencang dapat mempercepat penguapan air tanah sehingga menyebabkan tanah cepat mengering dan mengeras. Keadaan ini dapat mempengaruhi jumlah imbangan antara udara dan air di dalam tanah tidak mencukupi untuk kebutuhan tanaman. Dengan demikian tanaman akan terganggu pertumbuhannya dan keadaan tanah yang mengeras dapat menghambat pertumbuhan umbi (Bambang cahyono, 1996).   
 Varietas Tanaman Kentang
Dalam ilmu botani, varietas kentang dicirikan dengan bentuk tanaman, pertumbuhan, daun, bunga, buah, biji, dan sifat-sifat lain yang dapat dibedakan dalam jenis yang sama. Bila diperbanyak secara generatif atau vegetatif, varietas tanaman yang sama akan menghasilkan tanaman dengan ciri-ciri yang sama, unik, stabil, dan rasa yang mantap. Varietas kentang unggul telah banyak beredar di lapangan, berasal dari pemuliaan di dalam negeri dan atau introduksi dari luar negeri. Beberapa varietas kentang yang banyak diminati dan dibudidayakan oleh petani adalah sebagai berikut (Setijo pitojo, 2004).
a.    Varietas Cipanas
Varietas kentang Cipanas adalah hasil persilangan dari varietas Thung 1510 dan Desiree. Tanaman kentang Cipanas berumur antara 95 – 105 hari. Tanaman ini memiliki karakteristik morfologi sebagai berikut: tinggi tanaman berkisar antara 50 cm – 56 cm; batang tanaman berwarna hijau tua, memiliki penampang berbentuk segi lima, dan bersayap lurus; daun tanaman berbentuk oval, berwarna hijau tua dengan urat utama hijau muda, dan permukaan bawah daun berbulu; jumlah tandan bunga antara 3 – 7 buah; putik berwarna putih dan benang sari berwarna kuning.
Potensi hasil varietas Cipanas adalah 13 – 34 ton/ha dengan rata-rata 24,9 ton/ha. Umbi berkulit putih, mata umbi dangkal, dan permukaan umbi rata. Daging umbi berwarna kuning dan berkualitas sangat baik. Tanaman kentang varietas Cipanas agak peka terhadap nematoda Meloidogyne sp., tahan terhadap busuk daun Phytophthora infestans, dan peka terhadap layu bakteri Pseudomonas solanacearum (Setijo pitojo, 2004).
b.   Varietas Cosima
Varietas Cosima yang banyak beredar di Indonesia adalah introduksi dari jerman Barat. Tanaman kentang Cosima berumur antara 100 – 110 hari. Tanaman ini memiliki karakteristik morfologi sebagai berikut: tinggi tanaman mencapai 75 cm; batang tanaman berwarna hijau tua, memiliki penampang berbentuk segi lima, dan bersayap rata; daun tanaman berbentuk oval dengan ujung meruncing, berwana hijau dengan urat utama hijau muda, dan permukaan bawah daun berkerut serta berbulu; jumlah tandan bunga berkisar antara 5 – 11 buah; putik berwarna putih; benang sari berjumlah lima buah dan berwarna kuning; dan buah berbentuk bulat pipih.
Potensi hasil kentang varietas Cosima berkisar antara 19 – 36 ton/ha, dengan hasil rata-rata 28,5 ton/ha. Kulit umbi berwarna kuning muda dan daging umbi kuning tua. Umbi kentang varietas Cosima memiliki kualitas sedang. Tanaman kentang varietas Cosima cukup tahan terhadap nematoda Meloidogyne sp., tahan terhadap busuk daun Phytophthora infestans, dan agak peka terhadap layu bakteri Pseudomonas solanacearum (Setijo pitojo, 2004).
c.    Varietas Segunung
Varietas Segunung adalah hasil persilangan antara varietas Thung 151 C dan Desiree. Tanaman kentang Segunung berumur  100 hari. Tanaman ini memiliki karakteristik morfologi sebagai berikut: tinggi tanaman mencapai 70 cm; batang berwana hijau muda berpigmen ungu, memiliki penampang berbentuk segi empat, dan bersayap bergerigi; daun dan urat utama daun berwarna hijau muda, berbentuk oval agak bulat dengan ujung runcing, dan permukaan bawah daun berkerut serta berbulu; jumlah tandan bunga delapan buah, putik berwarna putih, dan benang sari berwarna kuning.
Potensi hasil kentang varietas Segunung mencapai 25 ton/ha. Umbi berkulit kuning, halus, dan mata umbi dangkal. Daging umbi berwarna kuning dan berkualitas baik. Varietas Segunung cukup tahan terhadap busuk daun Phytophthora infestans dan cocok ditanam di dataran tinggi (Setijo pitojo, 2004).
d.   Varietas Granola L.
Varietas Granola L. adalah hasil introduksi dari Jerman Barat. Tanaman kentang varietas Granola L. berumur antara 100 – 115 hari. Tanaman ini memiliki karakteristik morfologi sebagai berikut: tinggi tanaman  65 cm; batang berwarna hijau, berpenampang segi lima, dan bersayap rata; daun berwarna hijau dengan urat utama hijau muda, berbentuk oval, dan permukaan daun bagian bawah berkerut; jumlah tandan bunga berkisar antara 2 – 5 buah, putik berwarna putih; dan memiliki 5 buah benang sari berwarna kuning.
Potensi hasil rata-rata 26,5 ton/ha. Umbi berbentuk oval, berkulit kuning sampai putih, dan bermata dangkal. Daging umbi berwarna kuning. Varietas Granola L. tahan terhadap PVA dan PVY, namun agak peka terhadap layu bakteri Pseudomonas solanacearum dan busuk daun Phytophthora infestans (Setijo pitojo, 2004).
e.    Varietas Atlantik Malang
Varietas Atlantik Malang merupakan introduksi dari Wisconsin, Amerika. Tanaman kentang varietas Atlantik Malang berumur   100 hari. Tanaman ini memiliki karakteristik morfologi sebagai berikut: tinggi tanaman mencapai 50 cm; batang berwarna hijau dan berpenampang agak bulat; daun dan urat utama daun berwarna hijau; permukaan bawah daun bergelombang; jumlah tandan bunga antara 1 – 2 buah; putik berwarna hijau; dan benang sari yang berwarna kuning.
Potensi hasil varietas Atlantik Malang berkisar antara 8 – 20 ton/ha. Kulit dan daging umbi berwarna putih, serta mata umbi dalam. Varietas Atlantik Malang tahan terhadap nematoda (Setijo pitojo, 2004).
f.     Varietas Merbabu-17
Varietas Merbabu-17 adalah hasil persilangan antara IP 81001-1 dan MF-1. Tanaman kentang varietas Merbabu-17 berumur antara 90 – 120 hari. Tanaman ini memiliki karakteristik morfologi sebagai berikut: tinggi tanaman lebih dari 100 cm; batang tanaman berwarna hijau; daun tanaman berwarna hijau tua; dan bunga berwarna putih keunguan.
Potensi hasil varietas Merbabu-17 mencapai 24 ton/ha. Umbi berbentuk oblong, memiliki kulit berwarna kuning berbintik-bintik, bermata dangkal, dan daging umbi berwarna kuning. Varietas Merbabu-17 bersifat agak tahan terhadap hama penggorok daun L. huidobrensis dan tahan terhadap busuk daun Phytophthora infestans (Setijo pitojo, 2004).
   Teknik Budidaya Tanaman Kentang
    Pengadaan Benih atau Bibit
Benih atau bibit kentang adalah bagian tanaman berupa umbi dan bukan berupa biji botani (True Potato Seed) yang digunakan untuk memperbanyak dan atau mengembangbiakan tanaman kentang.  Umbi  yang akan ditanam perlu diseleksi dulu, dipilih yang sehat, dan berasal dari tanaman yang bebas hama dan penyakit.
1)   Pengelompokan Ukuran
Pengelompokan ukuran benih adalah pengelompokan menurut besar  kecilnya umbi. Menurut Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi, Direktorat  Jendral  Hortikultura, Departemen Pertanian RI, berikut seleksi ukuran benih yang dikelompokan berdasarkan bobot umbi.
·      Ukuran LL bobot lebih dari 120 gram
·      Ukuran L2 bobot  90 – 120 gram
·      Ukuran L1 bibot 60 – 90  gram
·      Ukuran M bobot 30 – 60 gram
·      Ukuran S bobot 10 – 30 gram
·      Ukuran SS bobot kurang dari 10 gram
Menurut Drs.H. Hendro Sunarjono, ukuran umbi yang biasa ditanam.
·      Kelas I, bobot 30 – 45 gram; diameter 35 – 45 mm.
·      Kelas II, bobot 4560 gram; diameter  45 – 55 mm.
·      Kelas  III, bobot 60 – 80 gram; diameter 55 – 65 mm.
Setelah panen umbi calon benih disimpan secara benar di tempat yang benar dan mendapat perlakuan secara benar pula. Adapun perlakuan tersebut sebagai berikut.
·      Umbi benih yang baik adalah umbi yang bertunas dan kuat setelah disimpan 4 – 5 bulan setelah dipanen.
·      Penyimpanan yang baik dilakukan dalam gudang yang terang.
·      Umbi diletakkan pada rak-rak dengan ketebalan kurang lebih 3 lapis umbi.
·      Biasanya, tunas yang tumbuh pertama adalah tunas ”apical” kemudian disusun tunas ”lateral”.  Tunas ini biasanya dirompes untuk menumbuhkan jumlah tunas yang lebih banyak .
·      Benih yang siap ditanam jika panjang tunas antara 2 – 3 cm dan jumlahnya 3 – 5 tunas.
·      Bila benih ditanam untuk tujuan memanen kentang untuk konsumsi, biasa digunakan umbi berukuran M (30 – 60 gram); dan sebaliknya kalau menanam untuk memanen kentang untuk benih digunakan umbi berukuran L (di atas 80 gram).  Namun, selain ukuran ini juga digunakan jarak tanaman yang lebih rapat untuk tanaman penghasil benih.
·      Suhu udara dalam gudang kisaran 14 – 18 derajat celcius dengan kelembaban antara 75 – 90 %.
·      Aerasi dalam gudang harus lancar.
·      Umbi untuk benih dipilih yang tua dengan ciri kulit umbi yang kuat (tidak mudah mengelupas atau tidak gampang dikelupas).  Selain itu permukaan umbi mulus atau tidak ada cacat.
2.4.2    Pengolahan Lahan
Pengolahan tanah merupakan salah satu kegiatan awal dalam budidaya kentang.  Namun demikian perlu disadari bahwa penyediaan saprodi ( bibit, pupuk, dan/atau bahan lain) perlu disiapkan terlebih dahulu atau bersamaan menjelang penyiapan lahan selesai.

a.    Cara mengolah
Prinsipnya, cara mengolah  tanah untuk penanaman kentang tidak berbeda dengan pengolahan tanah untuk tanaman pada umumnya. Berikut tahap-tahap pengolahannya.
·      Tanah dibajak (di cangkul) untuk membalik posisi tanah.  Tanah bagian bawah dibalik menjadi ke atas (permukaan tanah), sebaliknya tanah bagian atas (permukaan tanah) menjadi di bawah.
·      Setelah dibajak, tanah dibiarkan beberapa hari agar terkena sinar matahari.
·      Tanah bajakan dicangkul atau digaru agar tanah yang masih berbongkah-bongkah menjadi remah dan gembur.  Lalu tanah ini dibiarkan beberapa hari.
·      Setelah dibiarkan beberapa hari, tanah kembali dibajak dan dicangkuli/digaru.  Jadi, tanah untuk kentang memerlukan dua kali pembajakan dan pencangkulan/penggaruan.
b.    Pembuatan Guludan
Guludan yang dibuat di lahan perbukitan memiliki kemiringan tanah kurang dari 15 %, cara pembuatan guludannya cukup dengan memotong kemiringan itu. Kalau kemiringannya lebih dari 15 %, lahan harus dibuat secara berteras. Pada lahan datar sebaiknya dibuat bedengan memanjang ke arah barat-timur agar memperoleh sinar matahari secara optimal sedang.
Pada lahan berbukit arah bedengan dibuat tegak lurus kemiringan tanah untuk mencegah erosi.  Lebar bedengan 70 cm (1 jalur tanaman) /140 cm (2 jalur tanaman) tinggi 30 cm dan jarak atar bedengan 30 cm.  Lebar dan jarak antar bedengan dapat diubah  sesuai dengan varietas kentang yang ditanam.  Disekeliling petak bedengan dibuat saluran pembuangan air sedalam 50 cm dan lebar 50 cm.
c.    Pemupukan
     Pemupukan pada kentang biasanya diawali dengan pupuk dasar diantaranya yaitu pupuk kandang, kompos, dan lain sebagainya. Untuk jenis pupuk kandang misalnya, pupuk kandang sapi, domba, ayam, kuda, dan sebagainya.   Begitu pula dengan kompos, bisa berasal dari tanaman jagung, rumput, atau sampah dedaunan dan lain sebagainya.  Selain pupuk organik, pupuk dasar juga berupa pupuk anorganik (pupuk buatan).
            Cara Pemberian Pupuk Organik yaitu dengan mencampurkan pada tanah dengan kedalaman 20 cm ketika pembuatan guludan dilakukan.  Setelah dicampur rata, barulah guludan diratakan. Kebutuhan pupuk per hektar 20 – 30 ton untuk lahan baru atau kesuburannya kurang memenuhi syarat.  Sedangkan untuk tanah yang cukup subur  biasanya pupuk organik yang digunakan sekitar  10 – 15 ton per hektar.
Pupuk organik dapat juga diberikan setelah bedengan atau guludan dibuat.  Maksudnya, setelah guludan jadi, dibuat lubang tanam, dan ke dalam lubang tanam inilah pupuk organik dimasukkan. Takarannya kurang lebih 0,5 – 1,0 kg per lubang tanam. Dengan takaran ini, rata-rata kebutuhan per hektar sekitar 10 – 15 ton.
Pupuk organik dapat ditanamkan ke dalam tanah diantara/sekitar lubang tanam.  Pupuk organik ditanam ke dalam tanah sampai sedalam 10 – 20 cm. Pencampuran pupuk organik dan tanah saat guludan dibuat lebih dianjurkan ketimbang pupuk organik dibenamkan kedalam lubang tanam. Karena dikhawatirkan benih yang dibenamkan di atas pupuk organik bisa tertular jamur, hama, atau pengganggu lainnya terutama bila pupuk organik kurang steril.
Pemberian pupuk organik satu atau dua minggu sebelum tanam dan bersamaan dengan pemberian pestisida.  Pestisida yang diberikan dengan cara mencampurkannya secara merata dengan tanah.
1)   Cara Pemberian Pupuk Anorganik
Pupuk anorganik untuk kentang dianjurkan menggunakan Urea (45%), ZA (21% N dan 24% S), TSP (45%  P2O5), dan KCl (60% K2O).
Takaran yang dianjurkan untuk pupuk anorganik sebagai berikut.
·      Urea 225 Kg per hektar,
·      TSP 300 Kg per hektar,
·      KCl 100 Kg per hektar,
·      dan ZA 150 Kg per hektar
Takaran per lubang tanamannya sekitar Urea 12 g, ZA 8 g, TSP 15 g, dan KCl 5 g.
d.   Jarak dan Lubang Tanam
Jarak tanam antar-barisan (alur atau garit) untuk menghasilkan umbi kentang ukuran bibit adalah 70 – 75 cm dan jarak tanam dalam barisan adalah 20 – 25 cm.  Sedangkan untuk tujuan menghasilkan produksi umbi  konsumsi, jarak tanam sebaiknya agak lebar yaitu jarak antar – barisan 70 – 80 cm dan jarak dalam barisan 30 cm.  Kerapatan tanam makin tinggi menyebabkan ukuran umbi yang akan dipanen (untuk bibit) makin kecil.  Sebaliknya, jarak tanam yang lebih renggang akan menghasilkan umbi kentang yang lebih besar. Untuk luas dan sempitnya jarak tanam, populasi, biasanya dipengaruhi oleh jenis tanah. Pada jenis tanah yang subur maka jarak tanamnya pun lebih renggang, sedangkan pada jenis tanah yang kurang subur maka jarak tanmanya pun semakin sempit.
Keuntungan jarak tanam antar-baris yang lebar adalah sebagai berikut:
1.    Terdapat cukup tanah umtuk membumbun
2.    Kerusakan terhadap tanaman (akar dan umbi) akibat peralatan pengolahan pada waktu membumbun, menyiang, dsb dapat dihindari
3.    Memudahkan pencabutan tanaman yang terinfeksi penyakit.
Keuntungan jarak tanam antar-baris yang sempit atau rapat adalah sebagai berikut:
1.    Memungkinkan air irigasi/pengairan mencapai daerah perakaran dengan mudah.
2.    Meningkatkan efisiensi penggunaan tanah, sinar, air dan hara.
    Teknik Penanaman
Penanaman ini dilakukan seminggu setelah tahap persiapan lahan.  Langkah-langkah penanaman tersebut sebagai berikut.
·      Lubang tanam disiapkan dengan kedalaman seukuran bibit atau kira-kira 7,5 – 10 cm.  Lubang tanam jangan terlalu dalam karena dapat menurunkan bobot produksi.
·      Setelah itu, bibit ditanam.  Bibit yang ditanam harus sudah tumbuh tunasnya sekitar 1 – 2 cm.  Bibit ditanam dengan posisi tunas yang tumbuhnya paling baik menghadap ke atas.  Setelah itu timbun lagi dengan tanah setebal 5 – 6 cm.

        Pemeliharaan
Agar pertumbuhan bibit yang telah ditanam tetap baik, maka bibit perlu dipelihara secara baik selama masa pertumbuhannya hingga panen. Produksi yang tinggi akan sulit dicapai apabila tanaman kurang terpelihara. Oleh karena itu, pemeliharaan tanaman harus dilakukan seintensif mungkin. Pemeliharaan pada tanaman kentang meliputi kegiatan-kegiatan pemupukan, penyiangan, pembumbunan, pemangkasan bunga, penyiraman dan pengairan.
  Pemupukan
Lahan yang telah dipersiapkan sebelumnya berupa alur-laur atau garitan-garitan, kemudian diberi pupuk organik (pupuk kandang atau kompos). Pemberian pupuk dilakukan dengan cara dihamparkan dalam garitan-garitan atau diberikan secara setempat diantara umbi kentang yang akan ditanam. Pupuk kandang yang biasa dipakai adalah kotoran ayam, sapi, kerbau, kambing, dan burung. Pemberian pupuk kandang minimal tiga hari sebelum tanam. Bersamaan dengan pemberian pupuk kandang tersebut sebelum penanaman bibit, pupuk buatan juga diberikan. Cara pemberian pupuk buatan adalah diatas pupuk kandang atau diantara umbi bibit dengan jarak 5cm – 7cm di sebelah kanan dan kiri umbi kentang. Jumlah pupuk buatan untuk tanaman kentang bervariasi, tergantung pada varietas kentang, jenis tanah, kesuburan tanah, lokasi, dan musim. Sebagai pedoman, pemakaian pupuk buatan untuk lahan seluas satu hektar adalah menggunakan campuran pupuk buatan yang dilakukan 20 hari sekali sebagai berikut:
a.    Pupuk Urea sebanyak 400 – 600 kg/ha
b.    Pupuk ZA sebanyak 150 kg/ha
c.    Pupuk SP36 sebanyak 450 kg/ha
d.   Pupuk KCL sebanyak 100 kg/ha
 Penyiangan   
Biasanya penyiangan atau membersih rumput dan gulma dilakukan pada saat pemupukan Susulan 1 (20-an HST) dan susulan 2 (40-an HST) atau pada saat tanaman berumur sekitar 30 hari dan 50 hari.  Namun, sebetulnya kapan penyiangan dilakukan, tidak ada aturannya. Penyiangan dapat dilakukan kapan saja.  Pada waktu melakukan pemeriksaan rutin, penyiraman, atau kegiatan lain yang sekaligus memeriksa ada tidaknya gulma.
  Pembumbunan
Bersama dengan penyiangan dilakukan pembumbunan. Pembumbunan ini dilakukan dengan mempertinggi permukaan tanah sekitar tanaman agar lebih tinggi dari tanah sekelilingnya.  Tujuan pembumbunan itu agar perakaran tanaman menjadi lebih baik, menghindarkan umbi kentang dari sinar matahari sehingga racun solanin yang terdapat dalam umbi kentang, dan berbahaya bagi kesehatan, tidak akan muncul.
  Pemangkasan Bunga
Biasanya pada umur 25 – 30 hari, tanaman kentang mulai mengeluarkan bunga. Oleh karena itu, bunga sebaiknya dipangkas sebelum mekar (bunga masih kuncup). Kemunculan bunga bisa membuat umbi tumbuhnya kecil-kecil, Karena terjadi persaingan dalam penggunaan zat makanan untuk pembentukan umbi dan bunga.

  Penyiraman dan Pengairan
Kentang tidak hanya membutuhkan makanan banyak, tetapi juga membutuhkan air yang banyak (tetapi tidak menghendaki tanah yang becek).  Kebutuhan air pada kentang dengan cara penyiraman. Penyiraman hanya dilakukan bila tanah kelihatan kering, atau untuk lebih tepatnya diukur dulu kelembaban tanahnya. Bila kelembabannya kurang dari yang diperlukan maka tanaman perlu penyiraman. Kelembaban yang dibutuhkan oleh tanaman kentang 80%. Penyiraman tidak boleh terlampau banyak sebab air berlebih bisa menghentikan pertumbuhan umbi. Jadi, penyiramannya cukup membuat permukaan tanah basah.
Agar tanah tetap lembab dan untuk mencegah agar umbi kentang tidak pecah karena terlalu banyaknya air pengairan, maka pengairan atau penyiraman dapat dilakukan dengan selang waktu satu minggu. Pada saat memberikan air pengairan hendaknya secukupnya saja, artinya tanah cukup basah saja, tidak sampai terjadi penggenangan. Dengan demikian, maka pertumbuhan tanaman dan pertumbuhan umbi dapat berjalan baik, sehingga kualitas umbi yang dihasilkan akan baik.
 Organisme Pengganggu Tanaman
1.  Hama
            Hama yang sering menyerang tanaman kentang adalah :
1.    Kutu Daun (Aphididae)
            Kutu daun atau aphid adalah hama dari keluarga Aphididae yang berukuran kecil (1 – 2mm) dan umumnya menyerang daun dengan cara mengisap cairan daun.  Salah satu jenis kutu daun yang dikenal secara umum adalah kutu aphis (Aphis gossypii), kutu daun persik atau tobaco aphids (Myzus persicae) dan kutu bereng, wereng (Thrips).
            Aphis gossypii dan Myzus persicae bisa dikatakan serupa tapi tak sama.  Aphis gossypii berwarna hijau, kehitam-hitaman, sampai kuning kecoklat-coklatan.  Sedangkan Myzus persicae sayapnya berwarna kehitam-hitaman, permukaan tubuhnya hijau, kuning sampai merah kecoklat-coklatan.
            Keduanya mengisap cairan daun atau bagian daun yang masih muda.  Daun yang diserang akan berkeriput berkerut-kerut karena cairannya dihisap.  Tanaman tumbuh kerdil, warna daunnya kekuning-kuningan, daun menggulung, kemudian layu,dan akhirnya tanaman tidak hanya terhambat pertumbuhannya melainkan bisa juga mati.
            Pada suhu di atas 25 ºC, umur kutu dewasa menjadi pendek.  Pada suhu udara diatas 28 ºC reproduksi akan terganggu.  Bila kelembaban udaranya secara konstan relatif tinggi, akan mempengaruhi pertumbuhan kutu muda. Sebab yang diinginkannya adalah kondisi yang sebaliknya yaitu kelembaban yang rendah. Yang paling ditakuti petani adalah hama tersebut dianggap sebagai penular (vektor) penyakit PLVR (Potato Leaf Roll Virus), terutama saat umbi kentang disimpan di gudang.
            Kutu Trips atau gurem bergerak lincah.  Ukurannya sangat kecil (1 mm) sehingga sulit dilihat mata.  Daun yang diserang berkeriput, berbintik-bintik kuning, kaku, menebal.  Sedangkan bagian bawah daun yang diserang berwarna keperak-perakan.  Serangan pada tanaman yang sudah tua, daun tampak menggulung dan tanaman tumbuh kerdil.  Selain menyerang daun, thrips ditemukan juga menyerang tunas baru tumbuh dari umbi kentang (bibit kentang). (Rukmana, R. 1997)
            Untuk mengendalikan hama ini, langkah langkah yang dapat dilakukan adalah:
a.         Membersihkan lingkungan sekitar dari tumbuhan liar (gulma) dan membakar bagian tanaman yang diserang.
b.        Menanam tanaman perangkap yang tumbuhnya lebih tinggi dari tanaman kentang, ditanam di pinggiran lahan.  Jenis tanaman perangkap antara lain tanaman jagung, bunga matahari, atau tanaman yang bunganya cenderung kuning atau kekuning-kuningan.
c.         Pada serangan yang demikian hebat, setiap daun dapat ditemukan aphis sebanyak 7 ekor.
d.        Penyemprotan pestisida (insektisida) yang sesuai untuk aphis dapat dilakukan jika diperlukan.
2.        Ulat Penggulung daun ( Phthorimaea operculella)
            Ulat ini termasuk kedalam Ordo Lepidoptera. Famili Gelechiides.  Lepidoptera berasal dari kata Yunani yaitu Lepidopteros.  Lepidos artinya sisik, pteros artinya sayap.  Serangga dewasa tidak menjadi hama, yang menjadi hama adalah Larvanya, larva berbentuk ulat.  Serangan ulat ini dimulai Serangan dengan perubahan warna daun dari hijau menjadi merah tua. Kemudian muncul jalinan seperti benang yang didalamnya berisi ulat kecil berwarna kelabu. Kadang-kadang daun menggulung dan berisi larva. Menggulungnya daun karena permukaan daun sebelah atas rusak. Serangan ini tidak hanya terjadi dilapangan, tetapi juga di tempat penyimpanan atau gudang. Umbi yang diserang ditandai dengana adanya kotoran disekitar mata tunas.
             Ulat ini juga juga dikenal dengan nama taromi, selisip, atau selundup atau PTM (Potato Tuber Mouth) itu, diduga juga sebagai hama yang mengundang datangnya serangan jamur penyebab penyakit Fusarium. Daur hidup hama ini cukup lama. Di daerah seperti Bogor (kurang dari 1.000 m dpl) hama tersebut bisa hidup sampai 25 hari. Namun, didataran 1.200 m dpl bisa hidup sampai 40 hari. Pastinya, Phthorimaea operculella tergolong hama berbahaya karena bisa merusak hasil panen, baik yang lapangan maupun yang disimpan di gudang.
            Pada stadia dewasa, hama berupa kupu-kupu berwarna keabu-abuan. Kupu-kupu tersebut aktif di malam hari dan tidak aktif pada siang hari. Ia bersembunyi di tempat yang  sulit dipantau (bagian bawah tanaman) Telurnya kecil sekali , bisa ditemui di bawah daun atau di atas umbi. Peletakan telur di atas umbi, bila umbi tidak tertutup tanah seluruhnya. Makanya umbi yang disimpan digudang kerap  dijadikan sasaran.
            Setelah telur menetas, keluar ulat yang kemudian merusak daun dan umbi dengan cara melubanginya. Setelah ulat berubah menjadi pupa, kononnya akan terlihat seperti ditutupi butiran tanah. Bila di gudang, pupa akan berada di luar umbi atau di atas rak.
            Pemberantasan secara mekanis dapat dengan memangkas daun ataupun umbi yang telah terinfeksi dan yang telah tertempeli telur dan nimfanya. Sedangkan penyemprotan secara kimia dengan penyemprotan pestisida.
Upaya pengendalian hama yang dilakukan, antara lain:
a.         Hindari penanaman kentang pada musim kemarau.
b.        Hindari terjadinya keretakan tanah karena lewat retakan ini larva akan masuk ke dalam tanah dan tanah akan merusak umbi.
c.         Seiring melakukan pembumbunan untuk mencegah larva masuk ke dalam tanah.
d.        Umbi yang disimpan di gudang harus diseleksi betul. Untuk itu, guna mengetahui mata umbi yang baik dan mana yang tidak, biarkan umbi selama dua minggu terhampar dilantai (yang sudah dibersihkan juga). Bila umbi tetap bersih, berarti bebas hama tersebut. Tapi bila dua minggu kemudian ternyata permukaan umbi mulai kotor, berarti telur hama tersebut mulai menetas. Sebaiknya umbi ini langsung dibuang saja.
e.         Bila diperlukan gunakan insektisida yang dianjurkan. Dapat menggunakan insektisida biologi antara lain Bacillus thuringiensis atau baculovirus.
2.  Penyakit
1.        Penyakit hawar daun
            Phytophthora infestans termasuk kedalam kelas Oomycetes, Ordo Peronosporales yang menyebabkan penyakit hawar daun kentang dan busuk kentang. Organisme yang semula dianggap sebagai anggota fungi / jamur ini ternyata merupakan protista dan menjadi penyebab kelaparan besar pada tahun 1845 di Irlandia dan pada tahun 1846 di Dataran Tinggi Skotlandia, dan menyebabkan emigrasi besar-besaran ke Amerika Serikat.
            Miselium P. infestans yang terdiri dari benang-benag hifa yang tidak bersekat dan mengandung banyak inti yang diploid (Brasier & Sansome, 1975), tumbuh diantara sel-sel tanaman inang.  Makanan diperoleh dari dalam sel yang diserap oleh kaki miselium.
            Sporangiofora bercabang-cabang dengan sifat percabangan simpodial dan pertumbuhannya indeterminate.  Pada ujung sporangiofora terbentuk sporangia, dan ini terjadi sebelum cabang baru yang mendesaknya ke samping tumbuh.  Sporangiofora muncul kepermukaaan jaringan melalui stomata.  Sporangium berbentuk bulat telur atau menyerupai buah jeruk limau, berpapila, berukuran 27 – 30 x 15 – 20 mikron.  Pada temperatur diatas 20 ºC sporangium berkecambah langsung membentuk buluh kecambah sedang dibawah temperatur tersebut zoospora.  Jadi sporangium dapat berfungsi sebagai konidium maupun sebagai zoosporangium, tergantung pada temperatur lingkungannya.
            Di gudang penyimpanan, penyakit berkembang dan bila umbi ditanam tunas-tunas yang tumbuh menunjukan gejala penyakit.
            Menurut Sato (1979) infeksi umbi di lapang terjadi pada tanah yang bersuhu 18 ºC atau lebih rendah.  Di dalam tanah , sporangium tidak dapat bertahan lama.  Pada 20 ºC sporangium masih tetap hidup selama 5 minggu, sedang pada suhu 30 ºC hanya 7 hari (Suhardi, 1982).
            Pada umumnya penyakit busuk  daun kentang dijumpai setelah tanaman berumur 5 – 6 minggu.  Mula-mula serangan penyakit ini hanya dijumpai ada daun-daun bawah, kemudian merambat ke atas, ke daun-daun yang lebih muda.
            Gejala pertama ialah terdapat bercak kebasah-basahan dengan tepian yang tidak teratur pada tepi daun atau tengahnya.  Bercak kemudian melebar dan terbentuklah daerah nekrotik yang berwarna coklat.  Melingkari daerah nekrotik ini terdapat bagian yang berwarna hijau kelabu yang menghasilkan sporangium berwarna putih.  Penyakit dapat terjadi pada tangkai anak daun , warna coklat, melingkar, agak mengendap, dan dapat menimbulkan defoliasi.  Pada ujung batang, penyakit berupa nekrotik yang cepat berkembang pada jaringan tanaman yang masih muda.  Apabila kelembaban udara rendah bercak-bercak nekrotik cepat mengering dan jaringan sakit menjadi mengkerut, melengkung, atau memutar.  Kulit umbi kentang yang berpenyakit melekuk dan agak berair.  Bila dibelah, daging umbi berwarna coklat.
            Pengendalian terhadap penyakit lodoh  antara lain dengan sanitasi lahan pertanaman.  Lantas menanam bibit yang sehat dan varietas yang tahan terhadap serangan penyakit tersebut.
            Selanjutnya, menanam tanaman pagar seperti jagung atau yang lain sebagai penghalang penyebaran spora dari tanaman yang satu ke tanaman yang lain.  Tanaman penghalang ini juga sebagai pencegah serangan serangga yang mungkin menjadi vektor penyebar penyakit tersebut.
2.        Penyakit Kudis
            Penyakit kudis disebabkan oleh streptomycetes scabies (Thaxt) Waks & Henrici, yaitu merupakan termasuk ke dalam kelas  ThallobacteriaStreptomyces spp. merupakan genus paling besar dari ordo Actinomycetales yang termasuk gram positif (Tyo, 2008). Genus ini kebanyakan dapat ditemukan di tanah dan tumbuhan yang membusuk. Streptomyces spp. memiliki bau khas yang dihasilkan dari metabolisme dan geosmin yang menguap (Agrios, 2005). Streptomyces spp. merupakan bakteri penghuni tanah yang membentuk miselium bercabang-cabang dengan ukuran antara 0,5-2,0 µm dan membentuk rantai spora pada ujung hifa udara dengan diameter 0,5-2,0 µm. Streptomyces spp. bersifat aerobik, oksidatif, dan sedikit asam yang diakumulasi dalam medium (Goto, 1992).
Infeksi berlangsung melalui sel-sel umbi- umbi muda, terutama bila keadaan tanah kering (Adam & Lapwood, 1978).  Dilaporkan oleh Lewis (1970) bahwa bila tanah dipertahankan pada potensial air 80 joule per kg pada kedalaman 25 cm selama masa pertumbuhan kentang, maka banyak terjadi infeksi kudis. Disamping menyerang kentang, S.scabies menyerang Turnip, bit dan radish (Hodgson et al., 1974).  Kudis biasanya tidak terjadi pada pH dibawah 5, tetapi pada pH 6 atau lebih dapat meningkatkan serangan.
Gejala penyakit ini tidak tampak pada bagian di atas permukaan tanah.  Kulit permukaan umbi terdapat borok-borok kudis yang menonjol keluar dan biasanya berdiameter 5 – 8 mm.  Mula-mula gejala hanya bercak kecil berupa pecahan seperti bintang, kemudian berkembang meluas dan berwarna gelap.  Scab banyak berjangkit pada musim kering dengan temperatur optimum 25 ˚C – 30 ˚C.
            Pengendalian penyakit ini yaitu menanam umbi yang sehat dan merotasi kentang denga leguminosae 3 – 5 tahun.  Pencelupan umbi ke dalam formalin 0,05 persen selama satu jam akan mencegah penularan penyakit melalui umbi.  Gunakan pupuk yang agak asam seperti amonium sulfat.  Pertanaman diairi secukupnya dan teratur pada masa awal pertumbuhan (Lapwood et al., 1973).
3.        Layu bakteri
            Penyakit ini masuk ke dalam tanaman melalui akar yang terluka.  Bagian yang terserang adalah umbinya.  Kulit umbi berbecak cokelat.  Gejala itu menjalar hingga batang.  Kalau bagian batangnya dipotong dan kemudian ditekan, dari bekas potongan akan mengeluarkan cairan yang warnanya seperti susu.  Akibat selanjutnya terjadi kelayuan pada seluruh daun tanaman, yang dimulai dari bagian pucuk.. Kemudian berwarna cokelat, dan biasanya hanya dalam tempo beberapa hari, tanaman akan mati.
            Serangan layu bakteri terbanyak pada musim hujan atau pada udara lembab.  Penularan penyakit dilapangan terjadi dalam tanah, mungkin lewat rembesan air atau percampuran dengan tanah yang sudah terinfeksi.  Sedangkan penularan digudang dapat disebabkan karena tercemarnya gudang oleh umbi yang sudah terjangkiti penyakit ini.
            Penyakit layu bakteri dikenal sebagai layu bakteri ralstonia akibat bakteri Pseudomonas (Ralstonia) solanacearum.  Gejala umum serangan, beberapa daun muda pada pucuk tanaman layu; daun tua dan daun bagian bawah menguning, atau tanaman layu sebagian atau keseluruhan dengan bagian daun yang menguning lalu mati.  Gejala ini seperti tanaman yang kekurangan air.  Bila tanaman dicabut tanaman masih kokoh karena sistem perakarannya tidak terganggu.
            Bila umbi yang terinfeksi, ketika dilakukan pemanenan, akan tampak ”lengketan tanah” yang menempel pada ujung stolon atau bagian mata umbi atau bagian ujung umbi.  Lengketan tanah ini akibat lendir yang keluar dari bagian yang terinfeksi.  Bila umbi dibelah , maka akan tampak disklorasi atau warna cokelat disekeliling vaskulernya (melingkar) dan berlendir berwarna putih susu atau keabu-abuan.
            Layu bakteri tersebut menular melalui tanah (soil borne patogen) atau melalui peralatan pertanian. Sedangkan suhu tinggi dan kelembaban tinggi sangat menguntungkan bagi bakteri.  Suhu optimum bagi perkembangan bakteri 27 – 37 ˚C dan suhu yang menghambat pertumbuhannya 8 – 10 ˚C.
            Pengendalian penyakit ini meliputi pemakaian umbi yang sehat, melakukan rotasi dengan tanaman bukan tanaman inang minimal 4 tahun, mengeringkan tanah pada musim kemarau, mengurangi pelukaan karena mekanis maupun karena nematoda, penyemprotan tanaman dengan Agrimisin 15/1.5 WP, serta menerapkan tindakan eradikasi dan sanitasi.
4.        Penyakit Layu Fusarium
            Penyebab layu ini disebabkan oleh jamur Fusarium solani (Mart) Sacc, yaitu jamur yang dapat bertahan di dalam tanah sebagai saprob atau dalam bentuk klamidospora.  Dalam bentuk klasmidospora patogen dapat bertahan paling tidak selama 5 tahun di dalam tanah bera (Booth & Waterston).  Jamur ini menghasilkan mikrokonidia bening, silindris, berukuran 9 - 16 x 2 – 4 mikron.  Makrokonidia berbentuk silindris atau seperti perahu bersekat-sekat dan berukuran 40 – 100 x 5 – 7,5 mikron.
            Menurut Hodsgon, dkk., (1974), penyebab penyakit ini bertahan dalam tanah atau umbi yang terinfeksi di gudang.  Bila umbi yang terinfeksi ditanam, jamur akan menginfeksi akar dan menjalar melalui tanaman ke umbi.
            Penyakit ini pada umumnya timbul di daerah yang beriklim kering seperti di Jawa Timur.  Serangan penyakit ini sering bersama-sama dengan penyakit kanker batang (Suhardi dkk., 1976).
            Gejala penyakit tersebut diawali dengan pertumbuhan tanaman yang tampak tidak normal, daun-daun berwarna hijau suram. Dimulai dari daun-daun bawah kelayuan berkembang ke atas.  Daun-daun yang layu kemudian menguning dan akhirnya mengering.  Daun-daun pucuk tetap hijau.
            Bila batang kentang disayat, tampak kayunya berwarna coklat.  Kadang-kadang pencoklatan juga dijumpai pada pembuluh tangkai daun.  Pada tanah yang basah dan dingin, bagian batang di bawah permukaan tanah dapat menjadi busuk, tanaman layu dan mati (Hodgson dkk., 1974).  Umbi-umbi yang terserang melekuk pada ujung stolon dan terjadi pencoklatan pembuluh sampai ke kedalaman yang beragam.  Bila m  encapai mata umbi, maka tidak akan membentuk tunas (French, 1972).
            Pengendalian penyakit layu fusarium dilakukan sejak awal yaitu, sanitasi lahan dan menanam bibit yang sehat.  Ketika panen jangan sampai umbi terluka dan sebelum disimpan umbi direndam dengan fungisida dulu (umbi untuk benih atau bibit).  Ketika panen, umbi betul-betul berasal dari tanaman yang jaringannya sudah mati.  Kemudian, umbi jangan disimpan dalam gudang yang lembab.  Sistem pertukaran udara atau ventilasi gudang harus baik.  Jangan sering menggeser-geser umbi digudang sampai umbi siap tanam.
            Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah :
a.         Melakukan pergiliran tanaman yang bukan tanaman terung-terungan.
b.        Gudang penyimpanan harus dibersihkan dari hama penyakit sebelum digunakan.
c.         Bila diperlukan bisa gunakan pestisida yang dianjurkan.

        Panen 
 Umur dan Waktu Panen
Tanaman kentang dipanen pada umur 90 – 160 hari setelah tanam (HST). Untuk memperoleh hasil yang optimal, penentuan panen hendaknya berdasar pada umur tanaman dan memeriksa umbinya dengan mendangir sebagian tanahnya. Selain itu, waktu pemanenan (pagi, siang, sore) hendaknya diperhatikan karena berpengaruh terhadap kualitas umbi yang dipanen. Lakukan pemanenan pada saat  cuaca yang cerah di pagi hari atau di sore hari. Jangan melakukan pemanenan disaat hujan, karena umbi kentang akan mudah busuk. Pemanenan yang dilakukan pada siang hari juga kurang menguntungkan, karena pada siang hari proses fotosintesa masih berlangsung. Jika dipanen pada saat itu, maka pembentukan umbi dan zat-zat gizi menjadi terhenti. (Bambang Cahyono, 1996)
 Cara panen
Sistem pemanenan menggunakan cangkul dan cukil bambu. Cangkul lebih sering digunakan daripada cukil bambu karena pekerjaan lebih efisien dan waktu yang digunakan lebih efektif. Pemanenan dengan cangkul juga mempunyai kelemahan, yaitu kemungkinan umbi kentang terkena cangkul sangat besar sehingga persentase kentang cacat mekanik menjadi besar. Pemanenan dengan cangkul dilakukan dengan membongkar bedengan secara hati-hati agar tidak mengenai umbi kentang lalu mengambil kentang dan meletakkannya di sisi bedengan. Kentang yang sudah dipanen didiamkan dahulu di lahan sekitar 1 - 2 jam agar terkena sinar matahari langsung sehingga kulit umbi menjadi kering dan kotoran tanah yang menempel pada kulit  umbi terlepas semuanya (Setiadi, 1998)
Daftar Pustaka :
 
Free Website templatesfreethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesFree Soccer VideosFree Wordpress ThemesFree Web Templates